Resensi Novel Hujan - Tere Liye



Identitas Buku :
Judul               :  Hujan
Penulis            :  Tere Liye
Penerbit          :  PT Gramedia Pustaka Utama
Kota Terbit     :  Jakarta
Tahun Terbit    :  2016
Cetakan          :  Ke – 1
Deskrips Fisik :  320 hal ; 20 cm
ISBN              :  978-602-03-2478-4


Novel ini berkisah tentang persahabatan, tentang cinta, tentang perpisahan, tentang melupakan, dan tentang hujan.

Cerita dimulai tahun 2042, berlangsung selama delapan tahun. Kisah tentang Lail dan Esok. Adalah Tokoh Lail yang berada di sebuah rumah sakit untuk melakukan terapi modifikasi ingatan, yakni terapi untuk menghapus memori menyakitkan dalam dirinya. Lail sangat menyukai hujan, namun lail selalu mengalami kejadian buruk saat hujan turun. Dan mulailah Lail menceritakan kehidupannya sejak umur tiga belas tahun hingga delapan tahun kemudian kepada dokter yang melakukan terapi tersebut.

Novel ini berbeda dengan novel-novel Tere liye yang sebelumnya sudah pernah saya baca. Mengajak kita untuk berimajinasi karena tidak dituliskannya cerita ini ada di kota mana, dan teknologi canggih yang semuanya menggunakan mesin, tinggal sentuh layar, atau tinggal berbicara selanjutnya mesin yang akan bekerja, dan menuntun. Tidak lagi memakai tenaga manusia. Jadi selamat berimajinasi. 
Bencana dahsyat yang beruntun yang dialami serta solusi jangka pendek yang kemudian berdampak buruk bagi masyarakat di kota itu.

Sebelumnya saya sempat berpikir apa bedanya novel ini dengan kisah Mei-Borno (kau, aku, dan sepucuk angpau merah), Danar-Tania (daun yang jatuh tak pernah membenci angin), atau Tegar-Rosie (sunset bersama rosie). Tapi saya salah menduga kisah Lail dan Esok berbeda dengan dengan kisah cinta dari ketiga novel sebelumnya.
Tentang persahabatan antara Lail dan Maryam, dimana ada Lail disitu ada Maryam, mereka saling membantu dan melengkapi satu sama lain.

Tentang cinta dan perpisahan. Bagaimana perasaan antara Lail dan Esok mulai tumbuh, Esok yang selalu ada buat Lail, sosok yang sangat penting bagi hidup Lail setelah Lail menjadi yatim piatu. Perpisahan mereka, rindu yang tertahan. Saling menjaga perasaan masing-masing. Bahkan untuk menanyakan kabar satu sama lain saja enggan. “tidak ada kabar adalah kabar, yaitu kabar tidak ada kabar. Tidak ada kepastian juga adalah kepastian, yaitu kepastian tidak ada kepastian”. “Karena hidup ini juga memang tentang menunggu, menunggu kita untuk menyadari: kapan kita akan berhenti menunggu.”

Tentang hujan, sejak kecil lail sangat suka dengan hujan. Namun banyak kejadian yang menyenangkan maupun menyakitkan terjadi saat hujan turun. “Mengapa kita mengenang banyak hal saat hujan turun?, karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.”
Tentang melupakan, kita tidak pernah bisa melupakan kejadian buruk yang terjadi pada kita, karena menghapus kenangan tidak semudah menghapus tulisan. “Orang kuat itu bukan karena dia memang kuat, melainkan karena dia bisa melepaskan”. Jika kita belum bisa menerima sesuatu yang tidak bisa kita miliki berarti kita belum ikhlas untuk melepaskan.

Bukan hujannya yang harus dilupakan tapi kenangannya. kenangan yang muncul saat hujan turun. “Hanya orang-orang yang kuatlah yang bisa melepaskan sesuatu, orang-orang yang berhasil menaklukan diri sendiri. Meski terasa sakit, menangis, marah-marah tapi pada akhirnya bisa tulus melepaskan, maka dia telah berhasil menaklukan diri sendiri”.

“Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-erat semua hal yang menyakitkan yang mereka alami. Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barang siapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan penah bisa melupakan.” 
   
Jadi, sebelum kita memutuskan untuk melupakan, menghapus kenangan buruk yang terjadi pada kita. Kita mempunyai dua pilihan yakni menerima untuk melepaskan atau memeluk erat-erat kenangan tersebut.

Setiap orang memiliki kenangan tersendiri ketika hujan turun, begitupun dengan saya…. Melangkah pergi berteman sepi berbayang teduh matamu….
 






Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel "RINDU" - Tere Liye

Quotes of Lautan Langit