Cinta Pertama Aling – Ikal & Cinta Sejati Mei – Borno
Demikianlah berlangsung selama beberapa bulan. Setiap senin pagi aku
dapat menjumpai belahan jiwaku, walaupun hanya kuku-kukunya saja. Hanya sampai
di situ saja kemajuan hubungan kami, tak ada sapa, tak ada kata, hanya hati
yang bicara melalui kuku-kuku yang cantik. Tak ada perkenalan, tak ada tatap
muka, tak ada rayuan, dan tak ada pertemuan. Cinta kami adalah cinta yang
sangat bisu, cinta yang sederhana, dan
cinta yang sangat malu, tapi indah, indah sekali tak terperikan.
Setelah lima tahun mengenalnya, baru tujuh bulan yang lalu melihat
wajahnya, setelah puluhan puisi kutulis untuknya, setelah berton-ton rindu
untuknya, baru sore ini dia akan tahu namaku.
“Miang sui”, kata Aling. Nasib, itulah artinya.
Bukankah komidi putar adalah sebuah benda yang menakjubkan?, aku
bertanya-tanya pada diri sendiri : kemanakah nasib akan membawaku setelah ini?
“Kalau ada nasib, lain hari kalian bisa bertemu lagi”
Aku mengamati pesawat yang pergi membawa cinta pertamaku menembus
awan-awan tinggi nun jauh tinggi di angkasa tak terjangkau. Pesawat itu semakin
lama semakin kecil dan pandanganku semakin kabur, bukan karena pesawat itu
semakin jauh tapi karena air mata tergenang pelupuk mataku. Selamat tinggal
belahan jiwaku, cinta pertamaku.
Aling telah memberikan racun cinta sekaligus penawarnya, penawarnya
adalah sebuah buku yang menceritakan sebuah desa bernama Edensor di Inggris.
Berapakah jumlah pasangan yang telah mengalami cinta pertama, lalu hanya
memiliki satu cinta itu dalam hidupnya. Menikah, dan kemudian hanya terpisahkan
karena Tuhan memanggil salah satu dari mereka? Sedikit sekali atau mungkin
tidak ada!
Maka aku memiliki pandangan sendiri mengenai perkara cinta pertama ini,
yaitu cinta pertama memang takkan pernah mati tapi ia juga takkan bisa survive.
Pelajaran nomor enam dari pengalaman cinta pertamaku yaitu: jika anda memiliki
kesempatan mendapatkan cinta pertama di sebuah toko kelontong, meskipun toko
itu bobrok dan bau tengik, maka rebutlah cepat-cepat kesempatan itu, karena
cinta pertama semacam itu bisa menjadi demikian indah tak terperikan
Wanita seperti apakah Aling?, ia
bukanlah pribadi mekanis yang mengungkapkan perasaan secara eksplisit. Ia memiliki pendirian yang kuat dan amat
percaya diri. Ia model wanita yang memegang pertanggungjawaban dari setiap
gabungan huruf-huruf yang meluncur dari mulutnya.
-Laskar Pelangi- Andrea
Hirata
Ibu, usiaku dua puluh dua, selama ini tidak ada yang mengajariku tentang
perasaan-perasaan, tentang salah paham, tentang kecemasan, tentang bercakap
dengan seseorang yang diam-diam kau kagumi. Tapi sore ini, meski dengan
menyisakan banyak pertanyaan, aku tahu, ada momen penting dalam hidup kita
ketika kau benar-benar merasa ada sesuatu yang terjadi di hati. Sesuatu yang
tidak pernah bisa dijelaskan. Sayangnya, sore itu juga menjadi sore
perpisahanku, persis ketika perasaan itu mulai muncul kecambahnya.
Kita tidak akan pernah tahu masa depan, dunia ini terus berputar.
Perasaan bertunas, tumbuh mengakar, bahkan berkembang biak di tempat yang
paling mustahil dan tidak masuk akal sekalipun. Perasaan kadang tumbuh di waktu
dan orang yang salah.
Cinta sejati adalah perjalanan. Cinta sejati tidak pernah memiliki
ujung, tujuan, apalagi hanya sekedar muara. Air di laut akan menguap, menjadi
hujan turun di gunung-gunung tinggi, kembali menjadi ribuan anak sungai,
menjadi ribuan sungai perasaan, lantas menyatu menjadi Kapuas. Itu siklus tak
pernah berhenti, begitu pula cinta.
Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Sayangnya orang-orang yang
mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan
cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Tidak usahlah
kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan
jalan baiknya. Kebetulan yang menakjubkan.
Ah, cinta selalu saja misterius. Jangan diburu-buru atau kau akan
merusak jalan ceritanya sendiri.
Sejatinya, rasa suka tidak perlu di umbar, ditulis, apalagi kau
pamer-pamerkan. Semakin sering kau mengatakannya, jangan-jangan dia semakin
hambar, jangan-jangan kita mengatakannya hanya karena untuk menyugesti,
bertanya pada diri sendiri, apa memang sesuka itu.
Dulu aku pernah bertanya pada Pak Tua, ‘kalau untuk Andi, Pak Tua punya
kalimat bijak dan cerita hebat yang cocok baginya, lantas untukku, apakah Pak
Tua juga punya?’. Pak Tua tersenyum, menepuk bahuku, “Tentu ada, Borno. Tentu
ada. Tapi aku akan membiarkan kau sendiri yang menemukan kalimat bijak itu, kau
sendiri yang akan menulis cerita hebat itu. Untuk orang-orang seperti kau, yang
jujur atas kehidupan, bekerja keras, dan sederhana, maka definisi cinta sejati
akan mengambil bentuk yang amat berbeda, amat menakjubkan.’ Kau tahu, Mei hari
ini aku mengerti kalimat Pak Tua.
Aku berjanji akan selalu mencintai kau, Mei. Bahkan walau aku telah
membaca surat dalam angpau merah itu ribuan kali, tahu masa lalu yang
menyakitkan, itu tidak akan mengubah apapun. Bahkan walau satpam galak rumah
ini mengusirku, menghinaku, itu juga tidak akan mengubah perasaanku. Aku akan
selalu mencintai kau, Mei. Astaga Mei, jika kau tidak percaya janjiku, bujang
dengan hati paling lurus sepanjang tepian Kapuas, maka siapa lagi yang bisa kau
percaya?
Mei menangis bahagia mendengar kalimat itu…..
-Kau, Aku, dan Sepucuk
Angpau Merah- Tere Liye
Paragraf di atas adalah beberapa penggalan dalam
novel Laskar Pelangi dan Kau,
Aku, dan Sepucuk Angpau Merah. Dari sekian banyak novel maupun kumpulan cerpen
yang pernah saya baca, novel inilah yang menceritakan tentang kisah cinta
pertama dan kisah cinta sejati. Lewat tokoh “Aling dan ikal” dalam Laskar
Pelangi lalu “Mei dan Borno” dalam Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah. Andrea
Hirata maupun Tere Liye mampu mengkisahkan secara “sempurna” kisah cinta
tersebut mulai dari proses pertemuan, perkenalan, perpisahan, sampai akhirnya
takdir menyatukan mereka kembali.
Membaca Laskar pelangi saya seperti terbawa ke masa
lalu, walau hanya menjadi sebuah kenangan indah yang takkan terperikan, masa
saat Sekolah Dasar dulu. Hal yang sama saya alami seperti kebanyakan orang,
belajar, bermain bersama teman-teman, dan kami memiliki guru-guru yang
menyenangkan. Namun entah kebetulan atau tidak khusus pada bagian kisah cinta
pertama Ikal dan Aling saya merasa Andrea Hirata menuliskan untuk para pembaca
yang pernah merasakan dan mewakili perasaan – perasaan para pembaca, walau
masih sangat dini sekali kelas lima SD, begitulah cinta monyet. Namun itulah
yang saya rasakan saat itu. Meskipun kisah cerita yang saya alami dulu berbeda
dengan “manisnya” kisah cinta Ikal dan Aling.
Tapi ada persamaan setelah kami lulus SD hingga sekarang kami tak pernah
bertemu lagi dan saya tak tahu apakah nasib akan mempertemukan kami kembali.
Beberapa tahun setelah membaca laskar Pelangi, saya
kemudian menemukan novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah, ini novel ke dua karya
Tere liye yang saya baca setelah Sunset Bersama Rosie. Dan membaca kisah Mei –
Borno saya seperti melihat masa depan, walau saya masih belum tahu akan bersama
dengan siapa nanti. Ketika saya memiliki keyakinan bahwa seseorang tersebut masa
depan atau cinta sejati saya, namun jalan suratan Tuhan berkehendak lain. Membuat
saya memiliki kesimpulan bahwa “keyakinan bisa berubah selama ada kesempatan”,
buat saya “Cinta adalah penawar”. Saya ingin menemukan penawar sejati, yang
mampu membimbing dan membawa saya ke arah masa depan yang lebih baik. Dan saya
percaya Cinta sejati selalu menemukan
jalan. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya.
Kebetulan yang menakjubkan!
Comments
Post a Comment