Ada di Langit


Aku tinggal di bumi, tapi carilah aku di langit. Sebab aku tertahan di antara bintang-bintang. Jemput aku dengan doa-doa setelah shalatmu. Tengadahkan tanganmu atau bersujud, berdoalah untuk memintaku. Aku tertahan dan garis batas yang membentang di antara kita selebar langit dan bumi.
Aku tinggal di bumi, tapi carilah aku di langit. Di sepertiga malammu saat Tuhan turun ke langit bumi. Mintalah aku yang berada di genggaman tangan-Nya. Percuma mencariku di bumi, sebab kunci itu ada di langit. Kunci yang akan menghapus garis batas di antara kita. Mengubah garis yang tadinya neraka menjadi surga.
Aku berada di tempat yang tidak bisa kau temui di bumi, tapi kau bisa menemuiku di langit. Meski bukan wujud kita yang bertemu. Melainkan doa-doa kita yang menggetarkan singgasana-Nya. Temukan aku di langit. Di dalam doa-doa panjangmu, di dalam harapanmu.
Meski kita tidak saling tahu nama, tidak saling tahu rupa, jemputlah aku di langit. Sebab aku tahu, kau mengenalku bukan karena nama dan rupa. Doa kita telah bertemu sebelum fisik kita.
Mudah bagi-Nya membuat kita kemudian bertemu. Tidak hanya bertemu tapi juga dipersatukan. Sebagaimana doa-doa yang sebelumnya telah kita panjatkan. Pertemuan kita yang pertama berada dilangit, kan? Sekarang kau tahu mengapa aku memintamu mencariku di langit?

***
Cerita di atas adalah salah satu dari kumpulan cerita dan prosa dengan judul “Hujan Matahari” karya Kurniawan Gunadi. Sejak empat bulan terakhir saya rajin mengunjungi tulisan-tulisannya di kurniawangunadi.tumblr.com. Mengetahui ia juga sudah menerbitkan buku saya langsung memesannya. Karena buku ini tidak di jual bebas di Toko Buku hanya via online yang dikelola sendiri oleh penulisnya beserta timnya. Hujan Matahari adalah kumpulan cerita dan prosa yang sebelumnya sudah dimuat dalam blog pribadinya dan kemudian dirangkum menjadi buku yang sangat menarik, sarat makna tentang hidup, baik hubungannya dengan sesama maupun dengan sang pencipta.

Ceritanya dibagi ke dalam tiga bagian : Gerimis, Hujan, Reda. Pada bagian awal, gerimis pembaca “disuguhkan” dengan cerita yang ringan tapi buat saya tetap mengena. Cerita tentang bagaimana ketika seseorang tetap menjaga dirinya, menahan perasaan terhadap seseorang yang ia cintai jika saatnya belum tepat, wanita adalah makhluk kepastian maka jangan sekali-kali memberikan harapan. Tanpa sadar beberapa cerita dari buku ini benar-benar mewakili perasaan pembacanya. Penulis seolah tahu apa yang dirasakan oleh pembacanya, dan saya benar-benar dibuat “gerimis” oleh beberapa tulisannya.

Bagian ke dua, hujan. Tulisan pada bagian ini sebelum masuk pada bagian puncak. Saya seolah di ajak untuk merenungi untuk apa kita hidup. Orang-orang yang ada di sekeliling kita, bagaimana hubungan kita terhadap Tuhan. Percaya dan mempercayakan hidup kita kepada Maha Pencipta. Memastikan rasa terhadap orang yang kita sukai. tentang harapan, dinding atau tembok yang kita miliki yang menjadi batas bagi orang lain. Dan bebarapa cerita menarik lainnya.

Bagian ke tiga, reda. Selayaknya hujan pasti akan reda, dan klimaks dari keseluruhan cerita. Saya malah berpendapat untuk orang-orang yang sedang dalam masa penantian atau masa pencarian layak membaca buku ini. Karena buku ini sangat mewakili tentang apa yang dirasakan. Seperti pada tulisan di atas “Ada di langit” ini adalah tulisan favorit saya dan bisa di bilang “saya banget”. Kemudian pada bagian akhir tulisan ada “Hujan Matahari”.

“Hidup ini sungguh menyimpan banyak pembelajaran. Setiap orang menjadi hujan sekaligus matahari bagi orang lain. Datang ke dalam hidup seseorang untuk memberikan pembelajaran. Pergi pun meninggalkan pembelajaran…..” Selamat hujan-hujanan dan sediakan payung, payung perasaan….

“Semoga Allah menyelamatkan hamba-hambanya yang lemah karena jatuh cinta….” 


Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel Hujan - Tere Liye

Resensi Novel "RINDU" - Tere Liye

Quotes of Lautan Langit